Mengambil "Ulu Beke" Milik Imam Dusun, Transisi Kekuasaan Kuliner

Di daerah Mandar, Sulawesi Barat kuliner "Ulu Beke" atau "kepala kambing" punya kasta tertinggi saat dalam prosesi acara makan. Kuliner ini biasanya akan diletakkan pada "Peuluang", peuluang adalah area pemuka agama seperti ustas kampung atau imam dusun membacakan ayat suci Al Quran atau membacakan kitab Barzanji, area ini juga adalah milik para orang tua, hingga sampai pada waktu kapanpun maka pemuda akan sulit mengakses kuliner Ulu Beke ini.

kuliner ulu beke kepala kambing mandar sulbar
Kuliner "Ulu Beke" kepala kambing di sebuah acara akikahan di desa Lapeo, kec. Campalagian, kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Foto : www.tommuanemandaronline.blogspot.com)
Namun terdapat keadaan yang menguntungkan jika acara syukuran ini hanya dihadiri sedikit orang, atau sang ustdadz/imam tidak lagi mengonsumsi makanan kepala kambing. Maka kuliner ulu beke ini akan digseser ke area bawah, area para pemuda yang tentu tak berpantang dengan kuliner yang dikenal membuat tekanan darah jadi tinggi. Sama dengan keadaan saat menghadiri acara akikahan di desa Lapeo, kecamatan Campalagian, kabupaten Polewali Mandar, sehari yang lalu karena sang imam dusun Babatoa sudah "pensiun" dari makanan kepala kambing, (efek kejadian masuk rumah sakit setelah ia mengonsumsi kepala daging), semenjak itu ia tak pernah lagi makan kepala kambing saat disajikan dalam suatu acara.

Bisa dibayangkan bagaimana makanan sang imam dusun/ ustadz kampung atau para penghulu untuk pernikahan di area Mandar, Sulawesi Barat, saat-saat "high season" musim puncak acara adalah setelah Lebaran Idul Fitri (Bulan syawal) ada banyak acara pernikahan yang dihelat hingga mereka bisa dipastikan akan berhadapan kuliner-kuliner dengan tingkat kolesterol dari santan buah kelapa yang dicampurkan dengan daging kambing atau sapi. Jika konsumsi daging terus mereka lakukan maka akan ada satu masa para imam/ustadz ini akan tak bisa lagi mengonsumsi daging, maka kemudian kuliner-kuliner Ulu beke ini secara alami memang harus digeser.
kuliner ulu beke kepala kambing mandar
Kuliner "Ulu Beke" kepala kambing di sebuah acara akikahan di desa Lapeo, kec. Campalagian, kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Foto : www.tommuanemandaronline.blogspot.com)
Lalu bagaimana cara mengonsumsi "Ulu beke"? dari luar hanyalah tampak tengkorak kepala Kambing, menurut mereka yang pernah mengonsumsinya adalah dengan mengambil bagian otak dan matanya, ini yang rasanya lezat dan sangat gurih. Jika tak biasa dengan kuliner ini dan tak tahu teknik cara mengonsumsinya lebih baik tidak disentuh, karena dagingnya hanya akan sedikit ditemukan, kecuali setelah bagian otak dan matanya telah diambil.

Mungkin nyaris sama dengan kuliner "Ulu Juku" atau kepala ikan di Sulawesi Selatan yang menurut para pencinta kepala ikan sangat lezat dikonsumsi apalagi saat bagian kepala dihisap dan meninggalkan rasa gurih.
kuliner kepala kambing mandar sulbar
Kuliner "Ulu Beke" kepala kambing di sebuah acara akikahan di desa Lapeo, kec. Campalagian, kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Foto : www.tommuanemandaronline.blogspot.com)

Transisi Kekuasaan Kuliner Ulu Beke 

Jika dihubungkan dengan filosofi kekuasaan, maka mengambil menu Ulu Beke milik imam seolah adalah hukum alam, kekuasaan atas kuliner Ulu Beke tidak akan pernah bisa dipertahankan secara abadi, akan ada masanya kekuasaan kuliner Ulu Beke harus diserahkan pada mereka yang masih sanggup untuk mengonsumsinya. Sama dengan hukum alam bahwa tidak pernah ada kekuasaan abadi yang dapat dipertahankan, masa akan berganti, dan semua masa punya orang-orangnya sendiri. 

Mengambil Ulu Beke kekuasaan kuliner milik Imam Dusun bukan merupakan pelanggaran, apalagi jika sang Imam telah pensiun dari Ulu Beke. Malahan para orang tua akan dengan rela menyerahkan kasta kekuasaan kuliner tertinggi pada mereka yang masih bisa mengatasinya.

No comments

Powered by Blogger.