Gerbang Timur Kota Majene, Alas Perahu Dan Nilai Tradisi Bahari

Ada satu yang baru di Majene, jika Anda bertolak dari daerah kabupaten Polewali Mandar menuju kota kabupaten Majene maka Anda akan menemui gerbang kota di arah Timur, setelah desa Tandung yang berbatasan dengan daerah Lutang. Gerbang kota baru yang menggantikan gerbang lama, cukup menarik dan menyita perhatian, desainnya modern, tetapi masih mempertahankan dan memuat budaya dan tradisi bahari yang melekat pada kabupaten Majene.

Dahulu gerbang ini merupakan bagian yang biasa saja, ukurannya kurang lebih sama dengan ukuran gerbang yang baru dengan bentuk menyerupai kotak panjang yang menyambut dan melepas pengunjung yang masuk dan meninggalkan daerah kabupaten Majene. Di sisinya tertulis kabupaten Majene dengan paduan warna emas. Hal yang berbeda pada gerbang kota yang dulu adalah adanya tulisan semboyan suku Mandar  di dinding pintu gerban, suku ini adalah suku yang dominan mendiami wilayah kabupaten Majene. Semboyan yang dituliskan adalah " Takkalai disombalang, dotai lele ruppuq, dadzi nalele, tuali dilolangang" yang berarti "Jika layar telah berkembang, pantang biduk surut ke pantai. Ini adalah semboyan yang mungkin akan punya persamaan dengan semboyan suku-suku yang ada di daratan Sulawesi, di Sulawesi Selatan juga terdapat semboyan yang kurang lebih sama artinya dengan ini. Hal yang mungkin telah sangat umum bagi warga Majene yang melalui gerbang kota setiap hari. Semboyan ini juga tertulis jelas di patung pejuang di tengah kota Majene tepatnya di dekat kawasan pusat pertokoan di simpang Jl. Gatot Subroto dan Jl. Mayjen Azis Bustam.

gerbang kota majene di timur
Gerbang kota Majene di arah Timur, merupakan bagian perbatasan antara kabupaten Majene dan kabupaten Polewali Mandar. Bangunan ini terletak di antara wilayah desa Tandung di kab. Polman dan daerah Lutang di kab. Majene (foto : Muhammad Tom Andari)
Saat ini Majene memiliki gerbang kota di arah Timur dengan desain modern. Gerbang kota Majene yang baru punya bentuk berbeda, dasar kedua tiangnya adalah replika perahu berukuran besar dengan panjang sekitar  10-12 meter dilengkapi tiruan ombak dan laut di bagian dasarnya. Kedua perahu mejadi dasar kedua tiang yang menyangga bangunan utama dua pilar gerbang.  Di bagian puncak tampak terbaca dengan mata secara jelas "Kabupaten Majene", "Bumi Assamalewuang" , "Kota Majene". Di bagian kiri dari arah kota Majene menuju daerah Tandung tampak logo kabupaten Majene di sisi kiri dan logo Tut Wuri Handayani di sisi kanan dengan ucapan "Selamat Jalan" bukti bahwa  setelah gerbang ini Anda akan meninggalkan daerah Majene. Sementara jika dari arah Tandung kec. Tinambung menuju kota kabupaten Majene ada kata "Selamat Datang" yang akan menyambut pengunjung yang baru menginjakkan kaki di Majene.  Perbedaannya saat ini adalah semboyan yang ada pada gerbang lama dihilangkan, sehingga tak ada kata atau semboyan baru yang disematkan pada gerbang ini.

Gerbang kota Majene di bagian Timur ini mengusung konsep campuran dua hal, jelas terlihat adanya perpaduan modernitas dan gaya tradisional yang masih ingin dipertahankan. Arsitektur bagian pilar dan bagian atas dibuat dari bahan modern dan biasa saja tanpa model yang berarti khusus, sementara nilai tradisi baharinya terdapat pada replika perahu yang ada di dasarnya. Jika membandingkannya dengan gerbang kota di Sulawesi Selatan dari sisi muatan arsitektur tradisional maka ia berada dibawah dari gerbang yang dimiliki kabupaten Wajo, gerbang kota kabupaten Wajo memiliki arsitektur puncak berupa bubungan rumah panggung tradisional dengan warna dan motif sutera yang dikembangkan menurut kekhasan daerah Wajo, yang terkenal dengan komoditas suteranya. Namun jika dibandingkan dengan gerbang kota lain di wilayah Sulawesi Barat, maka gerbang ini cukup baik , karena masih meninggalkan bagian arsitektur lokal. 

Gerbang kota Majene ini sebenarnya penting peranannya terutama bagi pencitraan pertama bagi pengunjung atau pelancong yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Majene, seperti apa desain gerbang kota, maka ia akan mewakili gambaran kota tersebut, walau kemudian tak mutlak untuk menghubungkan antara arsitektur dengan kondisi kota kabupaten. 

Dari sisi pandang ranah wisata maka gerbang kota harus dibuat dengan detail, arsitekturnya sebaiknya merupakan transformasi atau penggambaran umum suatu daerah. Jika gerbang kota didesain secara baik dan menampilkan nilai-nilai tradisional lokal, maka hal ini merupakan langkah pertama untuk memberi kesan pertama yang baik untuk pelancong. Kalau gerbang kota diberikan replika perahu, maka orang-orang akan berpikir bahwa kota ini dekat dengan perahu dan laut, jika didesain dengan replika buah atau komoditas perikanan, perkebunan, pertanian, atau budaya lokal setempat maka hal ini akan lebih baik lagi, dan orang-orang akan menghubungkannya dengan komoditas tersebut.

Secara umum gerbang kota Majene cukup baik namun akan lebih baik jika bagian bagian utama bangunan menggunakan arsitektur lokal untuk memperkuat kesan yang ditimbulkan bagi para pendatang yang mengunjungi Majene. Desain arsitektur gerbang kota masih sebagian menampilkan nilai budaya, (hanya pada perahu) sementara pada bagian pilar tidak memperlihatkan bagian elemen lokal yang dapat ditangkap oleh mata.

No comments

Powered by Blogger.